dosa-dosa besar
SWT. (QS Luqman/31:13). Akibat syirik sangat
besar, yakni
1.
Tidak diampuni Allah SWT. “Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan
sesuatu dengan Dia” (QS An-Nuisa/4:116).
2.
Haram masuk surga. “ Sesungguhnya barang
siapa yang menyekutukan Allah
maka Allah mengharamkannya masuk surga,
dan tempat kembalinya adalah
3.
Terhapusnya semua amal. “Dan sesungguhnya telah diwahyukan
kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelum kamu, ‘Jika kamu menyekutukan
Allah, niscaya akan hapuslah seluruh amalmu, dan tentulah kamu termasuk
orang-orang yang
merugi” (QS Az-Zumar/39:65).
4.
Halal darah dan hartanya. (Hadits Arbain. . . . . . . . . . . . . .)
Syirik Kecil
Adapun syirik kecil yang bersifat
batiniyah seperti riak (memperlihatkan amal), sum’ah (memperdengarkan
amal), dan yang bersifat lahiriah anatara lain bersumpah dengan selain
Allah, mengatakan ‘Jika dikehendaki oleh Allah dan kamu’, memakai jimat.
Syirik kecil walaupun tidak menghilangkan keimanan seseorang, tetapi
dapat amenggerogotinya sehingga semakin lama semakin
berkurang tanpa disadari.
Rasulullah bersabda, “Barang siapa beramal dengan menyekutukan
Aku di dalamnya,
maka amal itu diperuntukkan bagi sesuatu yang disekutukan dengan Aku,
sedangkan Aku
berlepas dirinya.” (HR Muslim).
1.
S ih i r
Sihir adalah mengungkap sesuatu yang
sebabnya samar dan tersembunyi
sehingga seolah-seolah mengetahui yang ghaib. Para ahli sihir
mengungkapkannya dengan meminta bantuan jin (ruh-ruh jahat dan
syaithan).
Mereka mendatangkan jin untuk dimintai petunjuk dan pertolongan. Allah
berfirman’
“Dan bahwasannya ada beberapa orang di antara manusia meminta
perlindungan
pada beberapa jin. Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan
kesalahan” (QS Al-
Jin/72/:6).
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak
ditemukan sihir, misalnya,
perdukunan (kahanah), peramalan
(‘arrafah), mantera-mantera (ruqyah yang
terlarang), santet, pelet, sulap dan
akrobat (telepati), jailangkung, dll.
Hukum sihir. Sihir termasuk syirik
terhadap rubbubiyah Allah, karena
mengaku-aku mengetahui yang ghaib, padahal yang mengetahui hal-hal yang
ghaib itu hanya Allah saja. Di sisi lain, sihir juga termasuk syirik
terhadap
uluhiyatullah., karena mengabdi kepada jin dengan amalan-amalan
tertentu.
Nabi bersabda, “Sesungguhnya mantera,
jimat-jimat dan tiwalah adalah syirik” (HR Imam Ahmad). Tiwalah adalah
sejenis sihir yang digunakan untuk membuat seorang wanita mencintai
suaminya.
Allah mengungkapkan sihir dengan kata
‘kufur’ dalam firman-Nya,
“Dan mereka, orang-orang Yahudi dan ahli kitab mengikuti apa-apa
yang dibaca oleh
syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman
itu
mengerjakan sihir), pada hal Sulaiman tidak kufur (mengerjakan sihir),
tetapi syetan-syetan
itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir itu
kepada manusia’ (QS Al-
Baqarah/2:102).
Ungkapan ‘kufur’ dalam ayat di atas
bertujuan untuk membuat manusia
menjahui dan membenci sihir, dan
menjelaskan bahwa sihir termasuk dosa besar.
Hukuman bagi para tukang sihir adalah
dibunuh jika diketahui bahwa ia tukang sihir sebagaimana yang ditetapkan
Umar bin Khaththab r.a. pada masa kekhalifahannya, “Hendaknya kalian
membunuh tukang-tukang sihir baik laki- laki maupun perempuan”.
Tentang orang-orang yang datang pada
tukang sihir, Rasulullah saw.
bersabda, “Tiga orang yang tidak masuk surga, yaitu peminum khamr,
pemutus
silaturrahim, dan orang yang memebenarkan sihir” (HR Imam Ahmad).
Dalam kenyataan, orang-orang yang
menggunakan sihir tidak pernah
mendapatkan kemenangan dan keberhasilan.
Firman Allah, “Dan tidak akan
menang para tukang sihir itu dari mana ia datang”(QS Thaha/20:69).
2.
Durhaka Kepada Orang Tua
Allah berfirman,
“Dan kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada
kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
yang berlipat-lipat dan menyapihnya dalam dua tahun. Besyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepadak-Kulah tempat
kembali” (QS Luqman/31:14).
Dalam ayat ini Allah merangkaikan
bersyukur kepada kedua orang tua
dengan bersyukur kepada Allah. Ini menunjukkan betapa pentingnya berbuat
baik
kepada kedua orang tua. Abdullah ibnu Abbas berkata, “Ada tiga ayat
dalam Al-
Qur’an yang merangkaikan satu perintah dengan perintah yang lain, yang
tidak
diterima tampa mengamalkan rangkaian tersebut, yaitu (1) ayat ‘taati
Allah dan
taatilah Rasul’, Barang siapa yang mentaati Allah tetapi tidak mentaati
Rasul,
maka tidak diterima; (2) ‘Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat’.
Barang siapa
yang menjalankan shalat tetapi tidak menjalankan zakat, maka tidak akan
diterima; dan (3) ‘Bersyukurlah kamu kepada-Ku dan kepada kedua orang
tuamu’. Barang siapa yang bersyukur kepada Allah tetapi tidak bersyukur
kepada
orang tua, maka tidak akan diterima’”.
Rasulullah saw. bersabda, “Ridla Allah terletak pada ridla kedua
orang tua, dan
kemarahan Allah terletak pada kemarahan
kedua orang tua” (HR Tirmidzi).
“Tidak akan masuk surga orang yang durhaka kepada orang tua,
orang mengungkit-
“Allah melaknat orang yang mengumpat
bapaknya, Allah mencaci orang yang
mengumpat ibunya’ (HR Ibnu Hibban).
“Semua dosa diakhirkan balannya oleh Allah apa yang Ia
kehendakisampai hari
kiamat kecuali durhaka kepada orang tua. Saesungguhnya Allah
menyegerakan siksaan orang
yang durhaka kepada kedua orang tua di dunia” (HR Hakim).
“Tiga do’a yang selalu dikabulkan, yaitu do’anya orang yang
teraniaya, do’anya
orang yang sedang bepergian, dan do’a (buruk) orang tua atas
anaknya” (HR Tirmidzi).
Said Hawwa rahimahullah berkomentar dalam
kitabnya,Jundul lah, “Kita
sekarang hidup dalam satu generasi yang mendurhakai bapak ibunya dan
lebih
mendahulukan/mengutamakan berbuat baik pada teman dan isterinya. Ini
adalah
sikap dan pemahaman yang terbalik. Seorang muslim adalah tuan bagi
isterinya,
sedangkan orang tuanya adalah tuan baginya (seorang muslim) sehingga
kedua
orang tua itu tuan bagi isterinya. Dengan demikian jika ia menjadikan
kedua
orang tuanya harus mengikuti kehendak isterinya, maka ia telah memutar
balik
ajaran agamanya. Demikian juga dengan temannya”.
Hak ibu untuk dihurmati lebih besar
daripada ayah, karena ibu lebih berat
menanggung penderitaan sejak mengandung hingga mengasuh anaknya.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits, ada seorang datang kepada Rasulullah
saw.
lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakan manusia yang paling berhak
saya
pergaulidengan baik?’ Belia amenjawab, ‘Ibumu’. Ia bertanya lagi,
‘Kemudian
siapa’. Belioau menjawab, ‘Ibumu’. Ia abertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’
Belioau
menjawab, ‘Ibumu’. Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Kemudian
bapakmu’ (HR Bukhari Muslim).
Dalam kisah disebutkan bahwa Al-Qomah
menjelang wafatnya, lisannya
terkunci, tidak mampu melafalkan laa ilaah
illallah. Setelah diselidiki,
ternyata
ibunya yang telah tua tidak meridlainya. Kemudian ketika ibunya berhasil
dibujuk
dan memaafkan Al-Qomah, maka lancarlah ia mengucapkan laa ilaaha
illallah
dan akhirnya meninggal dunia dengan tenang.
Contoh lain durhaka terhadap orang tua
adalah tidak mengajak
musyawarah dalam urusan rumah tangga, tidak mendahulukan mereka dalam
pemberian, menyia-nyiakan keduanya khususnya di masa tuanya, tidak
mengikuti
keinginannya yang baik, selalu memprotes dengan keras, dll.
3.
Lari dari Medan Perang (Desersi)
Allah berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan
orang-orang kafir yang
sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka
(mundur). Barang siapa
yang membelakangi mereka di waktu itu kecuali berbelok untuk
siasat perang, atau hendak
menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, mak sesungguhnya ia
kem,bali dengan
membawa kemurlkaan Allah, dan tempatnya adalah neraka jahanam dan amat
buruklah
tempat kembalinya”(QS Al-Anfal/8:15-16).
Dari ayat di atas dapat diambil beberapa
ibrah sebagai berikut:
1.
Seorang mu’min yang berjihad di jalan
Allah wajib menanggung penderitaan
karena sebenarnya umur ada di tangan
Allah.
2.
Lari dari medan tempur merupakan dosa
besar karena dapat mendatangkan
bahaya bagi tentara Islam dan kaum
muslimin. Rasulullah besabda, “Jauhilah
tujuh perkara yang menghancurkan...” yang
salah satunya adalah lari dari medan
perang.
3.
Boleh lari dari medan perang jika
merupakan strategi untuk mengecoh musuh,
bergabung dengan pasukan lain, dan dalam
keadaan darurat.
4.
Pertolongan ada di tangan Allah, maka
wajib bagi setiap mu’min untuk
bertawakkan kepada Allah setelah
melakukan usaha yang maksimal.
1.
Persaksian Palsu
Allah dan rasul-Nya mensejajarkan
persaksian palsu dengan syirik. Allah berfirman, “Maka jauhilah oplehmu
berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta” (QS Al-Hajj/22:30).
Dan dalam hadits,
Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat,
tidak akan bergeser kedua kaki
orang yang bersaksi palsu sehingga wajib baginya neraka” (HR Ibnu Majjah
dan
Hakim).
Orang yang bersaksi palsu berarti telah
melakukan beberapa dosa besar
sekaligus:
1.
Dosa menipu, Rasulullah bersabda,
“Seorang mu’min bisa diberi watak apa saja
kecuali khiyanat dan dusta” (HR Al-Bazar
dan Abu Ya’la).
2.
Dosa berbuat aniaya kepada orang yang mendapatkan hukuman
karena
persaksian palsunya, sehingga ada seseorang yang diambil hartanya,
direndahkan
martabatnya, dan dihilangkan nyawanya tanpa haq.
3.
Dosa berbuat aniaya kepada seseorang yang mendapatkan
keuntungan karena kesaksian palsunya, sehingga orang tersebut masuk
neraka. Raulullah bersabda. “Barang siapa yang mendapatkan harta
saudaranya tanpa haq, karena keputusan saya, maka hendaknya jangan ia
mengambilnya, karena aku memberikan
kepadanya sepotong api neraka’ (Muttafaq
‘alaih).
4.
Dosa menghalalkan apa-apa yang diharamkan
dan dijaga oleh Allah, baik berupa
harta, harga diri maupun darah.
Maraji’
1.
Az-zahabi,A l - Kaba’ ir.
2.
Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ahkam.
3.
Fauzan,A t - tauh id.
4.
Said Hawwa,Jundul lah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar